Presiden atau lembaga yang ada sekarang, khususnya masyarakat kita telah dibutakan pemilu........
bayangkan saja,,,,gejolak bangsa kita mulai dari yang sederhana sampai yang sangat komplex dirasa hanya menjadi sajian pencuci mulut saja kalah bobot daripada pemilu!!!!!!!
sadarkah kita semua, bangsa kita mulai dianggap remeh, dan sudah tidak ada lagi kedaulatan dan kemerdekaan yang dahulu telah diperjuangkan para pahlawan negeri tercinta ini.
mulai dari penyiksaan tki, kasus ambalat, sampai2 banyak produk kita yang di eksploitasi besar2an dan terang2an pula dihadapan para pembesar negeri kita saat ini!!!!!
masihkah dibutuhkan pemimpin bagi negeri ini???
masih!!!!!!!!!!!
namun perlu diperjelas,,,,pemimpin yang dibutuhkan negeri ini adalah pemimpin yang bisa setidaknya menjaga kedaulatan dan nama besar bangsa kita yang saat ini telah kehilangan martabat di mata dunia!!!!!!!!!!
jadi pilihlah apa yang menurut kamu semua paling sesuai dengan kriteria pemimpin yang dibutuhkan bangsa ini!!!!!!
akhir kata,,,selamat memilih.....
Rabu, 10 Juni 2009
waktunya membaca
KEMBALIKAN PEMIMPIN AGAMA KE TEMPAT-NYA
Kembalikan pemimpin agama ke barak-nya. Kalimat ini memang harus dipahami dan semakin didengungkan oleh banyak orang.
Setelah lengsernya ORBA, maka berakhirlah pula rezim yang dikuasai sepenuhnya oleh militerisme. Banyak kebijakan yang menarik pada era reformasi, salah satunya adalah pemisahan antara TNI dan polisi, kebebasan untuk bersuara dan sebagainya. Namun yang berkaitan pada judul di atas adalah kebijakan untuk memisahkan TNI dan polisi. Pemerintah, rakyat, dan TNI diminta untuk mempercayai fungsi polisi, yang bertugas untuk mengamankan dan menjaga kawasan dalam Indonesia. Dengan pemisahan tersebut, maka TNI kembali di tempatkan di daerah tugas yang semestinya. Bukan untuk berkarya dalam politik ataupun penumpukan tugas dengan polisi, melainkan bertugas untuk mengamankan dan menjaga kawasan Indonesia ke luar.
Selayaknya pemisahan TNI dan polisi, akan lebih menguntungkan bagi Indonesia untuk melakukan pemisahan antara agama dengan politik, yang dewasa ini telah berjabat tangan dengan erat. Pemimpin agama mulai berani mendesak pemerintahan, bukan suara rakyat yang disampaikan. Melainkan sebagai sosok ke-aku-an yang telah dilabelkan masyarakat sebagai pemuka ataupun pemimpin agama dengan kepentingan beberapa oknum dan yang pastinya akan merugikan beberapa pihak yang lain. Indonesia yang sangat kaya akan berbagai sumber daya, khususnya dengan kondisi yang multicultural seharusnya dapat memisahkan bagaimana bernegara yang baik dan beragama yang baik pula. Kenapa tidak saya tulis bernegara dan beragama yang baik? Karena dua hal tersebut adalah tugas yang sangatlah berbeda dan tidak dapat disatukan, namun dapat dilaksanakan dengan baik jika dibedakan.
Fenomena yang kerap kita jumpai saat ini adalah agama bukan sebagai alat untuk mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa, melainkan cenderung sebagai alat untuk pemenuhan kebutuhan tertentu, yang jauh dari visi utama berdirinya agama tersebut. Dan yang paling memprihatinkan, pemuka dan pemimpin agama yang ada, bukannya melakukan larangan, sebaliknya peranannya cukup dominan dalam kasus ini. Seperti mengijinkan para caleg mempromosikan dirinya dengan identifikasi sebagai anggota agama tertentu, bukannya mempromosikan diri sebagai warga Negara yang peduli terhadap bangsanya.
Pemimpin agama yang telah turut campur dalam berbagai hal yang berkaitan dengan Negara, menjadi tidak focus terhadap kewajiban utamanya. Maka disadari ataupun tanpa disadari tindakan dan tujuannya telah melenceng dari visi utama. Seperti pada era ORBA, TNI yang pada visi utamanya adalah menjadi pelindung rakyat, malahan menjadi sesosok momok yang sangat menakutkan, dan lebih condong pada bagaimana menguasai, mengeksploitasi banyak hal demi kepentingan oknum yang terkait.
Apakah setelah reformasi ini rakyat Indonesia akan mengalami kembali kondisi yang terjadi pada era ORBA dengan tokoh yang berbeda???? Kawan, jika tidak ingin ini terjadi, maka mari kita sebarkan dan terus dengungkan “Kembalikan pemimpin agama pada tempat-nya!”.
Kembalikan pemimpin agama ke barak-nya. Kalimat ini memang harus dipahami dan semakin didengungkan oleh banyak orang.
Setelah lengsernya ORBA, maka berakhirlah pula rezim yang dikuasai sepenuhnya oleh militerisme. Banyak kebijakan yang menarik pada era reformasi, salah satunya adalah pemisahan antara TNI dan polisi, kebebasan untuk bersuara dan sebagainya. Namun yang berkaitan pada judul di atas adalah kebijakan untuk memisahkan TNI dan polisi. Pemerintah, rakyat, dan TNI diminta untuk mempercayai fungsi polisi, yang bertugas untuk mengamankan dan menjaga kawasan dalam Indonesia. Dengan pemisahan tersebut, maka TNI kembali di tempatkan di daerah tugas yang semestinya. Bukan untuk berkarya dalam politik ataupun penumpukan tugas dengan polisi, melainkan bertugas untuk mengamankan dan menjaga kawasan Indonesia ke luar.
Selayaknya pemisahan TNI dan polisi, akan lebih menguntungkan bagi Indonesia untuk melakukan pemisahan antara agama dengan politik, yang dewasa ini telah berjabat tangan dengan erat. Pemimpin agama mulai berani mendesak pemerintahan, bukan suara rakyat yang disampaikan. Melainkan sebagai sosok ke-aku-an yang telah dilabelkan masyarakat sebagai pemuka ataupun pemimpin agama dengan kepentingan beberapa oknum dan yang pastinya akan merugikan beberapa pihak yang lain. Indonesia yang sangat kaya akan berbagai sumber daya, khususnya dengan kondisi yang multicultural seharusnya dapat memisahkan bagaimana bernegara yang baik dan beragama yang baik pula. Kenapa tidak saya tulis bernegara dan beragama yang baik? Karena dua hal tersebut adalah tugas yang sangatlah berbeda dan tidak dapat disatukan, namun dapat dilaksanakan dengan baik jika dibedakan.
Fenomena yang kerap kita jumpai saat ini adalah agama bukan sebagai alat untuk mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa, melainkan cenderung sebagai alat untuk pemenuhan kebutuhan tertentu, yang jauh dari visi utama berdirinya agama tersebut. Dan yang paling memprihatinkan, pemuka dan pemimpin agama yang ada, bukannya melakukan larangan, sebaliknya peranannya cukup dominan dalam kasus ini. Seperti mengijinkan para caleg mempromosikan dirinya dengan identifikasi sebagai anggota agama tertentu, bukannya mempromosikan diri sebagai warga Negara yang peduli terhadap bangsanya.
Pemimpin agama yang telah turut campur dalam berbagai hal yang berkaitan dengan Negara, menjadi tidak focus terhadap kewajiban utamanya. Maka disadari ataupun tanpa disadari tindakan dan tujuannya telah melenceng dari visi utama. Seperti pada era ORBA, TNI yang pada visi utamanya adalah menjadi pelindung rakyat, malahan menjadi sesosok momok yang sangat menakutkan, dan lebih condong pada bagaimana menguasai, mengeksploitasi banyak hal demi kepentingan oknum yang terkait.
Apakah setelah reformasi ini rakyat Indonesia akan mengalami kembali kondisi yang terjadi pada era ORBA dengan tokoh yang berbeda???? Kawan, jika tidak ingin ini terjadi, maka mari kita sebarkan dan terus dengungkan “Kembalikan pemimpin agama pada tempat-nya!”.
Langganan:
Postingan (Atom)
Mengenai Saya
- J0_@nes
- Surabaya, JATIM, Indonesia
- Aq cuma mw belajar n belajar.... klo da yg menurut temen2 da yg kurang,,,tolong beri tw ya!!!!!