Selasa, 04 Agustus 2009

belajar menulis.....

Demokrasi telah berkumandang di berbagai pelosok negeri tercinta ini. Namun apakah artian sebenarnya demokrasi? Masyarakat umumnya kurang mengerti arti sebenarnya dari demokrasi, sehingga muncul kecenderungan untuk meminta hak setinggi- tingginya namun enggan merasa repot dan melalaikan kewajiban yang diemban. Fenomena ini terlihat pada isu terorisme, tindak anarkis, kenaikan harga BBM, maupun isu aktual lainnya saat ini.
Globalisasi yang sedang marak- maraknya dibicarakan masyarakat luas kini, telah memberikan dampak nyata terhadap Indonesia. Globalisasi merupakan perubahan secara nyata mengenai hubungan antar manusia. Seperti dipaparkan oleh Dr. B.A. Pareira, O.Carm dalam buku PENDIDIKAN NILAI DI TENGAH ARUS GLOBALISASI, hubungan yang berubah tidak hanya personal, melainkan mencakup hubungan perdagangan, ekonomi, politik, bahkan religius. Sehingga cara- cara berkomunikasi, mentalitas, dan cara beragama pun berubah pula.
Fenomena ini dapat coba kita kaji dengan memfokuskan pada pendekatan pendidikan nilai di Indonesia. Pendidikan pada umumnya sebagai suatu kegiatan dimana terjadinya proses pertukaran atau pertambahan ilmu seseorang atau lebih. Disadari atau tidak pendidikan sangat berpengaruh terhadap perkembangan suatu negara tertentu. Indonesia yang kaya akan semua sumber daya yang ada ( pertambangan, pertanian, maupun jumlah penduduk), perlu merasa malu akan keterpurukan yang menimpa negeri ini pada era kini.
Indonesia yang sarat potensi sebagai negara maju, yang sebenarnya tidak mungkin dapat disaingi, bahkan ditinggal oleh negara yang dirasa tidak “sekaya” Indonesia, kini telah terjadi. Malaysia, Singapura dan banyak negara berkembang lainnya, kini berkembang jauh melesat meninggalkan Indonesia. Yang terlihat dari Indonesia hanya beberapa kemunduran yang terus saja menghantui, seperti ; keluarnya Indonesia dari Organisasi negara produksi minyak dunia, meningkatnya jumlah penduduk miskin, rendahnya nilai tukar rupiah, dsb.
Merujuk ulasan diatas, dapat kita tarik benang kausalitas utama adalah pada pendidikan yang berlangsung di Indonesia, khususnya pendidikan nilai. Jika pendidikan berkembang sebagaimana yang diharapkan, fenomena- fenomena di atas tidak akan pernah muncul ke permukaan. Selalu akan ada upaya preventif maupun solusi yang kreatif dan inovatif. Sehingga sumber daya alam yang terkandung dalam bumi ibu pertiwi, benar- benar dapat dikelola secara optimal oleh SDM yang berkualitas.
Ditilik dari perkembangan pendidikan Indonesia sejak masa kolonial belanda hingga era modern kini, kualitas sumber daya bangsa kita sering tidak konsisten, meskipun fasilitas terus bertambah lengkap dan canggih. Fenomena ini telah kita alami, namun apakah telah kita sadari? Apa yang dapat kita lakukan dalam membenahi hal tersebut? Pertanyaan- pertanyaan ini akan kita jawab secara singkat mengenai ulasan berikut ini.
Pada masa kolonial belanda, pendidikan merupakan suatu hal yang eksklusif. Hal ini dapat kita amati langsung, karena pada era itu yang dapat bersekolah adalah mereka yang berasal dari kaum berada, ningrat, atau yang mempunyai kekuasaan tertentu. Sehingga mereka yang sebenarnya cerdas dan kreatif, namun karena lingkungan yang tidak mendukung, membuat berlian yang indah menjadi tidak tampak, karena tertumpuk dekil kotoran dan menjadi tidak berarti.
Setelah lepas dari penjajah, negeri kita terus berbenah di segala sektor kenegaraan, termasuk juga pendidikan. Sehingga mulai dibentuk dan diteruskanlah sekolah- sekolah guna mencerdaskan bangsa. Salah satu sekolah yang ada pada era itu adalah SR ( sekolah rakyat ). Walaupun fasilitas pada era itu sangatlah terbatas, namun kualitas yang dihasilkan sangatlah baik. hal ini disebabkan adanya niat yang kuat untuk memperbaiki nasib, dan kemauan yang kuat dalam menimba ilmu. Buktinya walaupun era itu buku terbatas ( bahkan belum menggunakan buku, tetapi menggunakan sabak ), sepatu dan seragam hanya beberapa siswa yang mengenakan, serta gizi masih belum diperhatikan dengan benar, namun hasilnya pada pertengahan tahun 1970-an, Indonesia menjadi salah satu negara yang diperhitungkan oleh negara lain dalam berbagai sektor.
Patut disesalkan perkembangan Indonesia tidak berjalan sesuai dengan yang diimpikan. Hal ini disebabkan berbagai momok, seperti; rasa cepat puas, keserakahan, budaya praktis, kemanjaan, mementingkan golongan dan diri sendiri, serta lebih mengutamakan hasil daripada menghargai sebuah proses yang berlangsung, telah menghantui dan menjadi suatu penyakit yang menghambat perkembangan Indonesia. Lihat saja pada era itu marak warga negara lain, seperti malaysia, singapura berbondong- bondong mencari ilmu di Bumi Pertiwi. Banyak guru maupun pekerja Indonesia yang diminta membantu negara lain, dan masih banyak dari sektor lainnya. Bandingkan dengan kondisi sekarang!!!!!!???
Kita yang lahir lewat masa kemerdekaan perlu sadar diri dan merasa malu, karena kita tidak dapat memberikan sumbangsih nyata kepada negara tercinta kita. Dengan berbagai perkembangan teknologi dan sarana komunikasi, mengapa malah membuat kita semakin manja, perkembangan terhambat, rasa nasionalis terdegradasi dan cenderung mendewakan materi??????
Terungkap banyak kasus pemalsuan ijazah sekolah para pegawai negeri maupun TNI serta POLRI, KKN, banyaknya pegawai negeri yang tidak menghargai upacara bendera ( seperti berjongkok, sampai menggunakan attribut tidak layak pakai dalam upacara bendera seperti helm,dsb ), dan pindahnya kewarganegaraan, serta banyak hal lainnya.
Hal ini tidak akan pernah teratasi jika struktur yang ada tidak benar- benar dibenahi di berbagai sektor. Dalam hal ini, kajian yang kita fokuskan lebih pada membenahi sektor pendidikan kita. Kita perlu belajar dari negara maju yang benar- benar mempedulikan dan memberi perhatian utama terhadap pendidikan. Seperti Australia, Amerika serikat, dll. Mereka cenderung menekankan kreativitas dan keberanian, bukannya menekankan pemahaman konsep seperti yang kita lakukan. Lagi- lagi perlu kita sesalkan karena ternyata sistem pendidikan kita tanpa kita sadari sebenarnya hanya mengajarkan meniru konsep yang telah ada. Sebaliknya di negara maju, bukan meniru konsep melainkan membuat dan menemukan konsep baru lebih diutamakan. Padahal jika kita lihat kembali potensi anak bangsa kita, sebenarnya tidak kalah jika dibandingkan dengan negara maju. Dari pendidikan SD saja terlihat jelas, anak bangsa kita telah menguasai berbagai konsep yang sebenarnya belum saatnya dikuasai. Sebaliknya di negara maju, sistem pendidikan SD mereka lebih bagaimana pembentukan pribadi yang berani, dan mampu berpikir imajiner. Perbedaan mencolok nampak pada kualitas segi pengajar, maupun bahan yang diajarkan. Pengajar SD mereka merupakan seorang proffesor ahli, dan tugas wajib bagi siswa adalah membaca novel dan menceritakan ulang. Sedangkan anak bangsa kita, hanya diajar oleh sarjana, ironisnya bahkan sarjana yang belum tentu lulus dengan murni, dalam arti tanpa kecurangan dalam proses pendidikan mereka. Serta cenderung menanamkan konsep yang pengajar kuasai walaupun konsep yang dikuasai sangatlah dangkal.
Dari uraian singkat di atas dapat kita simpulkan, KKN tercipta karena disuburkan oleh relasi-relasi yang mengutamakan ikatan batiniah emosional. Dan orang cenderung menilai sesuatu bukan lagi berdasarkan apa yang dibicarakan, melainkan lebih condong ke siapa yang berbicara. Meskipun perbuatannya buruk, tetapi bukan perbuatan ‘buruk’nya dikritik, melainkan memperhatikan siapa yang melakukan. Maka dalam usaha membenahi kondisi negara kita, hal utama yang menjadi perhatian adalah bagaimana upaya kita dalam membentuk pribadi yang inovatif, berani dan tahan uji yang terangkum dalam pendidikan nilai dengan melibatkan pendidikan moral untuk melihat baik-buruk dan pendidikan kecerdasan ilmiah untuk menempa kemampuan objektivif-rasional. Serta upaya mengkondisikan lingkungan yang kondusif dari segi pengajar, maupun fasilitas lainnya. Hal ini tidak akan pernah terwujud jika rasa cepat puas, keserakahan, budaya praktis, kemanjaan, mementingkan golongan dan diri sendiri, serta lebih mengutamakan hasil daripada menghargai sebuah proses yang berlangsung tetap menjadi perilaku yang membudaya. Perubahan akan terjadi jika adanya kesadaran dan upaya untuk merubah diri sendiri terlebih dahulu, sehingga memiliki kemampuan objektivif-rasional.

Tidak ada komentar:

Mengenai Saya

Foto saya
Surabaya, JATIM, Indonesia
Aq cuma mw belajar n belajar.... klo da yg menurut temen2 da yg kurang,,,tolong beri tw ya!!!!!